Ada seorang Karyawan sebutlah
Fulan namanya.Fulan merasa tersinggung oleh ucapan pimpinannya
selalu nama dia Si fulan ketika dalam forum resmi yang dihadiri orang banyak.
Padahal Si di daerah asal si Fulan dia berkononotasi negatif disematkan untuk
nama anjing dan mengusir Anjing. Fulan
merasa dipermalukan di depan umum menurut dia pimpinannya tidak membedakan mana bahasa untuk publik dan mana
bahasa untuk personal, padahal dalam
budaya Jawa istilah Njamal Saya tertegunmendengar cerita dia
ternyata untuk memanggil nama sesorang ada etikanya .
Njambal adalah istilah dalam
bahasa Jawa untuk penyebutan nama seorang karena umur, pangkat, kedudukan. Mbak , Mas, Mbah, Bapak, Ibu, Dik adalah panggilan yang sering umum digunakan. Dalam
budaya Jawa menyebut seorang yang baru dikenal tanpa embel-embel tadi adalah
tidak Baik Dengan mengindahkan pemakaian
istlah nama tersebut artinya kita memberi hormat pada orang yang kita panggil.
Disamping
panggilan kehormatan ada panggilan yang
bersifat anotomasia ( nama diri lain sebagai nama Jenis ) seperti si jangkung,
si Pendek, Si Gendut, Si ceking, si
Buta, si Juling, si Hitam. Kata Si ketika menyebut nama orang tidak sopan digunakan pada orang yang baru
dikenal atau digenukan menyebut nama orang di acara resmi yang di hadiri orang
banyak. Contoh ketika menanya kabar seorang teman kepada teman yang
lain, “kabar si fulan gimana?”, rasanya terasa beda, akan lebih sopan terdengar
jika kata “si” dihilangkan, menjadi “kabar fulan gimana?”
Dalam
sosiolinguistik tentang teori kesopanan, Brown dan Levinson mengungkapkan bahwa
perlakuan dan percakapan seseorang terhadap orang lain berbeda dikarenakan
beberapa faktor, diantaranya adalah kekuasaan (power). Maksudnya adalah jabatan
atau posisi orang yang bercakap itu. Yang kedua, adalah kedekatan sosial
(social status), misalnya pertemanan yang sudah lama tapi kemudian teman itu
punya kekuasaan lebih misalnya jadi majikannya maka dalam situasi tertentu
perlakuan dan cara berbicaranya jadi lain. Yang ketiga yaitu tingkat
kewajibannya. Yah misalnya dengan mempertimbangkan seberapa besar akibat yang
mungkin ditimbulkan dari apa yang dilakukannya (ranking of imposition).
Seorang
pimpinan yan memegang suatu jabatan Meskipun dia lebih muda dan punya kekuasaan
tapi dalam hal tertentu akan berkata dan bersikap lebih sopan jika dihadapkan
pada orang yang lebih tua meskipun statusnya adalah bawahan atau pegawai
rendahan. Begitupun sebaliknya perlakuan orang tua ke orang yang lebih muda itu
lain dalam konteks tertentu.
Aturan memanggil nama sesorang
sudah dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Hujurat (49):11 Hai orang-orang yang beriman janganlah
suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah
kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang
siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.”
Dari Ayat tersebut dapat
diambil hikmah yakni Jangan suka mengolok-olok orang, karena bisa jadi orang
tersebut lebih baik ,Jangan memanggil
orang dg gelar (nama panggilan) yg buruk, Orang yg memanggil dg gelar yg buruk
bisa menurunkan derajat keimanannya menjadi tingkat/level fasik,,Lakukan taubat
(nasuha0, apabila kita pernah melakukan hal2 tersebut di atas..
Oleh sebab itu mari kita
perbaiki lisan dan akhlak kita agar tidak melakukan perbuatan yang tidak
bermanfaat dan menyinggung perasaan orang lain yang salah satunya memanggil
nama dengan panggilan yang buruk. Jika mau di hormati orang lain hormati dulu
orang lain dimulai dengan memikirkan perasaaan orang lain. Perbedaan
Posisi Pejabat atau bukan, Tua atau muda tidak berhalangan menjadikan
sesorang bersikap Santun.
0 comments:
Post a Comment